Latest Post

Abu Ubaidah bin Jarrah, Kepercayaan Umat Muhammad (2-habis)

Pada suatu ketika, utusan kaum Nasrani datang menghadap Rasulullah seraya berkata, "Wahai Abu Qasim, kirimlah kepada kami seorang sahabat anda yang pintar menjadi hakim tentang harta yang menyebabkan kami berselisih sesama kami. Kami senang menerima putusan yang ditetapkan kaum Muslimin."
"Datanglah sore nanti, saya akan mengirimkan kepada kalian 'orang kuat yang terpercaya'," kata Rasulullah SAW.
Umar bin Al-Khathab berujar, "Aku ingin tugas itu tidak diserahkan kepada orang lain, karena aku ingin mendapatkan gelar 'orang kuat yang terpercaya'."
Selesai shalat, Rasulullah menengok ke kanan dan ke kiri. Umar sengaja menonjolkan diri agar dilihat Rasulullah. Namun beliau tidak menunjuknya. Ketika melihat Abu Ubaidah, beliau memanggilnya dan berkata, "Pergilah kau bersama mereka. Adili dengan baik perkara yang mereka perselisihkan!"
Abu Ubaidah berangkat bersama para utusan tersebut dengan menyandang gelar "orang kuat yang terpercaya".
Abu Ubaidah selalu mengikuti Rasulullah berperang dalam tiap peperangan yang beliau pimpin, hingga beliau wafat.
Dalam musyawarah pemilihan khalifah yang pertama (Al-Yaum Ats-Tsaqifah), Umar bin Al-Khathab mengulurkan tangannya kepada Abu Ubaidah seraya berkata, "Aku memilihmu dan bersumpah setia, karena aku pernah mendengar Rasulullah bersabda, 'Sesungguhnya tiap-tiap umat mempunyai orang kepercayaan. Dan orang paling dipercaya dari umat ini adalah engkau."
Abu Ubaidah menjawab, "Aku tidak mau mendahului orang yang pernah disuruh Rasulullah untuk mengimami kita shalat sewaktu beliau hidup—Abu Bakar Ash-Shiddiq. Walaupun sekarang beliau telah wafat, marilah kita imamkan juga dia."
Akhirnya mereka sepakat untuk memilih Abu Bakar menjadi khalifah pertama, sedangkan Abu Ubaidah diangkat menjadi penasihat dan pembantu utama khalifah.
Abu Ubaidah meninggal dunia karena terkena penyakit menular yang mewabah di Syam. Menjelang wafatnya, ia berwasiat kepada seluruh prajuritnya, "Aku berwasiat kepada kalian. Jika wasiat ini kalian terima dan laksanakan, kalian tidak akan sesat dari jalan yang baik, dan senantiasa dalam keadaan bahagia. Tetaplah kalian menegakkan shalat, berpuasa Ramadhan, membayar zakat, dan menunaikan haji dan umrah. Hendaklah kalian saling menasihati sesama kalian, nasihati pemerintah kalian, dan jangan biarkan mereka tersesat. Dan janganlah kalian tergoda oleh dunia. Walaupun seseorang berusia panjang hingga seribu tahun, dia pasti akan menjumpai kematian seperti yang kalian saksikan ini."
Kemudian dia menoleh kepada Mu'adz bin Jabal, "Wahai Muadz, sekarang kau yang menjadi imam (panglima)!"
Tak lama kemudian, ruhnya meninggalkan jasad untuk menjumpai Tuhannya.
Sumber : Republika
 

Thalhah bin Ubaidillah, Syuhada yang Berjalan di Muka Bumi (1)


“Diantara orang-orang Mu’min itu terdapat sejumlah laki-laki yang memenuhi janji-janji mereka terhadap Allah. Di antara mereka ada yang memberikan nyawanya, sebagian yang lain sedang menunggu gilirannya. Dan tak pernah mereka merubah pendiriannya sedikit pun juga!” (QS al-Ahzab:23)

Sesaat setelah Rasulullah SAW membaca ayat yang mulia itu, beliau menatap salah satu sahabatnya, Thalhah bin Ubaidillah kemudian bersabda :” Siapa yang suka melihat laki-laki yang masih berjalan di muka bumi, padahal ia telah memberikan nyawanya, maka hendaklah ia melihat Thalhah..”

Itulah sosok Thalhah bin Ubaidillah, salah satu dari sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga. Dialah pahlawan Uhud yeng melindungi Rasulullah dan mendapat gelar Syuhada yang berjalan di muka bumi.

Thalhah dalam perniagaanya ke Busra bertemu seorang pendeta yang salih. Pendeta ini mengabarkan kemunculan seorang Nabi di tanah Haram. Setibanya Thalhah di Makkah, bisik-bisik tentang Muhammad mulai didengarnya. Ditemuinyalah Abu Bakar sahabatnya, dan dipenuhilah hatinya dengan hidayah. Thalhah adalah golongan pertama yang masuk Islam bersama Abu Bakar as-Shidiq.

Thalhah berhijrah ke Madinah sewaktu kaum muslimin diperintahkan kaum Muslimin untuk hijrah. Diikutinya semua perang bersama Rasulullah SAW kecuali perang Badar. Thalhah dan Sa’id bin Zaid diutus Rasulullah dalam sebuah urusan. Namun Thalhah tetap mendapatkan keutamaan ahlul Badar dan mendapatkan bagian rampasan perang.

Sumber : Republika
 

Abdurrahman bin Auf, Saudagar Penghuni Surga (2-habis)

Pada saat Perang Badar meletus, Abdurrahman bin Auf turut berjihad fi sabilillah. Dalam perang itu ia berhasil menewaskan musuh-musuh Allah, di antaranya Umar bin Utsman bin Ka'ab At-Taimy. Begitu juga dalam Perang Uhud, dia tetap bertahan di samping Rasulullah ketika tentara Muslimin banyak yang meninggalkan medan perang.

Abdurrahman bin Auf adalah sahabat yang dikenal paling kaya dan dermawan. Ia tak segan-segan mengeluarkan hartanya untuk jihad di jalan Allah. Pada waktu Perang Tabuk, Rasulullah memerintahkan kaum Muslimin untuk mengorbankan harta benda mereka. Dengan patuh Abdurrahman bin Auf memenuhi seruan Nabi SAW. Ia memelopori dengan menyerahkan dua ratus uqiyah emas.

Mengetahui hal tersebut, Umar bin Al-Khathab berbisik kepada Rasulullah, "Sepertinya Abdurrahman berdosa karena tidak meninggalkan uang belanja sedikit pun untuk keluarganya."

Rasulullah bertanya kepada Abdurrahman, "Apakah kau meninggalkan uang belanja untuk istrimu?"

"Ya," jawabnya. "Mereka kutinggalkan lebih banyak dan lebih baik daripada yang kusumbangkan."

"Berapa?" tanya Rasulullah.

"Sebanyak rezeki, kebaikan, dan pahala yang dijanjikan Allah."

Pasukan Muslimin berangkat ke Tabuk. Dalam kesempatan inilah Allah memuliakan Abdurrahman dengan kemuliaan yang belum pernah diperoleh siapa pun. Ketika waktu shalat tiba, Rasulullah terlambat datang. Maka Abdurrahman bin Auf yang menjadi imam shalat berjamaah.
Setelah hampir selesai rakaat pertama, Rasulullah tiba, lalu shalat di belakangnya dan mengikuti sebagai makmum. Sungguh tak ada yang lebih mulia dan utama daripada menjadi imam bagi pemimpin umat dan pemimpin para nabi, yaitu Muhammad SAW.

Setelah Rasulullah wafat, Abdurrahman bin Auf bertugas menjaga kesejahteraan dan keselamatan Ummahatul Mukminin (para istri Rasulullah). Dia bertanggung jawab memenuhi segala kebutuhan mereka dan mengadakan pengawalan bagi ibu-ibu mulia itu bila mereka bepergian.

Suatu ketika Abdurrahman bin Auf membeli sebidang tanah dan membagi-bagikannya kepada Bani Zuhrah, dan kepada Ummahatul Mukminin. Ketika jatah Aisyah ra disampaikan kepadanya, ia bertanya, "Siapa yang menghadiahkan tanah itu buatku?"

"Abdurrahman bin Auf," jawab si petugas.

Aisyah berkata, "Rasulullah pernah bersabda, 'Tidak ada orang yang kasihan kepada kalian sepeninggalku kecuali orang-orang yang sabar."

Begitulah, doa Rasulullah bagi Abdurrahman bin Auf terkabulkan. Allah senantiasa melimpahkan berkah-Nya, sehingga ia menjadi orang terkaya di antara para sahabat. Bisnisnya terus berkembang dan maju. Semakin banyak keuntungan yang ia peroleh semakin besar pula kedermawanannya. Hartanya dinafkahkan di jalan Allah, baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan. Walau termasuk konglomerat terbesar pada masanya, namun itu tidak memengaruhi jiwanya yang dipenuhi iman dan takwa.

Sumber : Republika
 

Abdurrahman bin Auf, Saudagar Penghuni Surga (1)

Abdurrahman bin Auf termasuk kelompok delapan orang yang mula-mula masuk Islam. Ia juga tergolong sepuluh sahabat yang diberi kabar gembira oleh Rasulullah masuk surga dan termasuk enam orang sahabat yang bermusyawarah dalam pemilihan khalifah setelah Umar bin Al-Khathab. Di samping itu, ia adalah seorang mufti yang dipercayai Rasulullah berfatwa di Madinah selama beliau masih hidup.

Pada masa Jahiliyah, ia dikenal dengan nama Abd Amr. Setelah masuk Islam, Rasulullah memanggilnya Abdurrahman bin Auf. Ia memeluk Islam sebelum Rasulullah menjadikan rumah Al-Arqam sebagai pusat dakwah. Ia mendapatkan hidayah dari Allah dua hari setelah Abu Bakar Ash-Shiddiq memeluk Islam.

Seperti kaum Muslimin yang pertama-tama masuk Islam lainnya, Abdurrahman bin Auf tidak luput dari penyiksaan dan tekanan dari kaum kafir Quraisy. Namun ia tetap sabar dan tabah. Abdurrahman turut hijrah ke Habasyah bersama kawan-kawan seiman untuk menyelamatkan diri dan agama dari tekanan Quraiys.

Tatkala Rasulullah SAW dan para sahabat diizinkan Allah hijrah ke Madinah, Abdurrahman menjadi pelopor kaum Muslimin. Di kota yang dulu bernama Yatsrib ini, Rasulullah mempersaudarakan orang-orang Muhajirin dan Anshar. Abdurrahman bin Auf dipersaudarakan dengan Sa'ad bin Rabi Al-Anshari.

Sa'ad termasuk orang kaya diantara penduduk Madinah, ia berniat membantu saudaranya dengan sepenuh hati, namun Abdurrahman menolak. Ia hanya berkata, "Tunjukkanlah padaku di mana letak pasar di kota ini!"

Sa'ad kemudian menunjukkan padanya di mana letak pasar. Maka mulailah Abdurrahman berniaga di sana. Belum lama menjalankan bisnisnya, ia berhasil mengumpulkan uang yang cukup untuk mahar nikah. Ia pun mendatangi Rasulullah seraya berkata, "Saya ingin menikah, ya Rasulullah," katanya.

"Apa mahar yang akan kau berikan pada istrimu?" tanya Rasul SAW.

"Emas seberat biji kurma," jawabnya.

Rasulullah bersabda, "Laksanakanlah walimah (kenduri), walau hanya dengan menyembelih seekor kambing. Semoga Allah memberkati pernikahanmu dan hartamu."

Sumber : Republika
 

Fathimah Binti Asad: Wanita Mulia Penolong Rasulullah SAW

 ''Dia adalah wanita yang sangat saleh. Bahkan, Nabi SAW sering mengunjungi dan beristirahat siang di rumahnya,'' begitulah Ibnu Sa'id melukiskan keagungan Fathimah binti Asad bin Hisyam bin Abdi Manaf.  

Ia adalah istri Abu Thalib bin Abdul Muthalib – paman Nabi Muhammad SAW. Fathimah juga ibu kandung Khalifah ar-Rasyidin keempat, Ali bin Abi Thalib.  Fathimah adalah sosok wanita mulia yang telah mendukung dan membantu perjuangan Rasulullah dalam menyebarkan Islam, setelah wafatnya Abu Thalib dan Khadijah RA

Muhammad Ibrahim Salim dalam bukunya berjudul Perempuan-perempuan Mulia di Sekitar Rasulullah SAW, mengungkapkan, Fathimah  merupakan seorang wanita  dengan ide-ide cemerlang, penuh kelembutan, pandai serta kehormatan dan kedudukannya yang melebihi wanita lain.

Ketika tahun 10 kenabian, Rasulullah SAW mengalami amul huzn yang berarti tahun kesedihan -- setelah meninggalnya Abu Thalib dan Khadijah RA – Fathimah tampil menjadi sosok pengganti keduanya. Ia begitu mendukung dan membantu setiap perjuangan Rasulullah SAW dalam menyebarkan agama Islam.

Fathimah membela Rasulullah SAW dari tekanan kaum Kafir Quraisy, hingga akhirnya berhasil hijrah ke Madinah.  Ia pun turut berhijrah ke kota suci kedua bagi umat Muslim itu bersama kaum Muslimin lainnya. Bagi Fathimah binti Asad, Madinah merupakan kota yang penuh dengan kebahagiaan serta kemuliaan, seperti halnya Makkah.

Dedikasi dan pengorbanan Fathimah dalam membela agama Allah SWT sungguh sangat ternilai. Ia sungguh wanita yang agung. Rasulullah SAW begitu menghormati sosok Fathimah, bibi, sekaligus besannya. Dalam sebuah hadis yang dikeluarkan Ibnu Abi Ashim dari dari Abdullah bin Muhammad bin Umar bin Ali bin Abu Thalib dikisahkan bawah ketika Fathimah wafat, Rasulullah SAW mengkafaninya dengan bajunya.

Lalu Rasulullah SAW bersabda, ''Sepeninggal Abu Thalib, saya belum pernah menemukan orang yang lebih baik padaku selain Fathimah bin Asad.''  Bahkan, Rasulullah SAW juga sampai turun ke liang lahat untuk kemudian membaringkan jasad wanita yang suci itu. Sehingga, terpancarlah cahaya Illahi dalam kuburannya dengan semerbak harum roh sucinya dan curahan rahmat Sang Pencipta.

Seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah SAW, ''Wahai Rasulullah, kami belum pernah melihat engkau berbuat kepada seseorang seperti yang engkau lakukan kepada wanita ini (Fathimah binti Asad).'' Lalu Rasulullah menjawab, ''Sesungguhnya, tidak ada orang yang lebih baik padaku setelah wafatnya Abu Thalib, selain dia.''

Begitu banyaknya kebaikan Fathimah, baik kepada Rasulullah maupun kepada puterinya,  sehingga  Nabi Muhammad SAW tak pernah melupakan sosok perempuan yang agung itu. Selama hidupnya, Fathimah memang dikenal sebagai sosok penolong agama Allah. Ia juga merupakan pendamping setia perjuangan Rasulullah SAW. Ia dikenal sebagai wanita yang mempunyai pengetahuan berlimpah tentang agama. 

Kehidupannya, dipenuhi dengan aktivitas dakwah Islamiyah. Ia juga termasuk salah seorang Muslimah yang juga turut meriwayatkan hadis. Ia telah meriwayatkan sebanyak 46 hadis. Dalam kitab shahihain, menurut Ibrahim Saliim, Fathimah binti Asad meriwayatkan satu hadis Muttafaq 'alaih.

Mengenai waktu wafatnya Fathimah, para ulama berbeda pendapat. Menurut Ibnu Hajar, Fathimah binti Asad wafat sebelum hijrah Nabi SAW. Namun, berdasarkan pendapat yang diyakini kebenarannya, Muslimah agung itu tutup usia setelah turut hijrah menyusul Rasulullah SAW. Ia wafat dan dimakamkan di kota nabi, Madinah.

Hal itu dibenarkan oleh asy-Sya'bi yang mengatakan bahwa Fathimah masuk Islam di Makkah, lalu turut menyusul Rasulullah SAW ke Madinah dan meninggal dunia di kota itu. Fathimah binti Asad adalah wanita yang layak dicontoh para Muslimah sepanjang masa. Ia merupakan sosok perempuan yang istiqamah, tak mengenal lelah, membantu memperjuangkan agama Allah SWT.

Allah SWT memberi keutamaan kepada seseorang yang dikendaki-Nya. Sebab, hanya Dialah pemilik keutamaan yang paling agung.

Sumber : Republika
 

Ali bin Abi Thalib, Khalifah Cerdas Kesayangan Nabi SAW (2-habis)

Di sisi lain, muncul konflik antara Ali dan beberapa orang sahabat yang dikomandani oleh Aisyah, Ummul Mukminin. Puncak konflik ini menyebabkan meletusnya Perang Jamal (Perang Unta).
Dinamakan demikian karena Aisyah mengendarai unta. Thalhah bin Ubaidillah dan Zubair bin Awwam yang berada di pihak Aisyah gugur, sedangkan Aisyah tertawan.

Pertentangan politik antara Ali dan Muawiyah mengakibatkan pecahnya Perang Shiffin pada 37 H. Pasukan Ali yang berjumlah sekitar 95.000 orang melawan 85.000 orang pasukan Muawiyah. Ketika peperangan hampir berakhir, pasukan Ali berhasil mendesak pasukan Muawiyah. Namun sebelum peperangan dimenangkan, muncul Amr bin Ash mengangkat mushaf Al-Qur'an menyatakan damai.

Terpaksa Ali memerintahkan pasukannya untuk menghentikan peperangan, dan terjadilah gencatan senjata. Akibat kebijakan Ali itu, pasukannya pecah menjadi tiga bagian. Kelompok Syiah dengan segala resiko dan pemahaman mereka tetap mendukungnya. Kelompok Murjiah yang menyatakan mengundurkan diri. Dan kelompok Khawarij yang memisahkan diri serta menyatakan tidak senang dengan tindakan Ali.

Kelompok ketiga inilah yang akhirnya memberontak, dan menyatakan ketidaksetujuan mereka terhadap Ali sebagai khalifah, Muawiyah sebagai penguasa Suriah dan Amr bin Ash sebagai penguasa Mesir. Mereka berencana membunuh ketiga pemimpin itu.

Untuk mewujudkan rencana tersebut, mereka menyuruh Abdurrahman bin Muljam untuk membunuh Ali bin Abi Thalib di Kufah; Amr bin Bakar bertugas membunuh Amr bin Ash di Mesir; dan Hujaj bin Abdullah ditugaskan membunuh Muawiyah di Damaskus.

Hujaj tidak berhasil membunuh Muawiyah lantara dijaga ketat oleh pengawal. Sedangkan Amr bin Bakar tanpa sengaja membunuh Kharijah bin Habitat yang dikiranya Amr bin Ash. Saat itu Amr bin Ash sedang sakit sehingga yang menggantikannya sebagai imam shalat adalah Kharijah. Akibat perbuatannya, Kharijah pun dibunuh pula.

Sedangkan Abdurrahman bin Muljam berhasil membunuh Ali yang saat itu tengah menuju masjid. Khalifah Ali wafat pada tanggal 19 Ramadhan 40 H dalam usia 63 tahun. Syahidnya Ali bin Abi Thalib menandai berakhirnya era Khulafaur Rasyidin.

Sumber : Republika
 

Ali bin Abi Thalib, Khalifah Cerdas Kesayangan Nabi SAW (1)

Dia adalah khalifah pertama dari kalangan Bani Hasyim. Ayahnya adalah Abu Thalib bin Abdul Muthalib bin Abdu Manaf, dan ibunya bernama Fathimah binti Asad bin Hasyim bin Abdu Manaf.

Ali dilahirkan di dalam Ka'bah dan mempunyai nama kecil Haidarah. Untuk meringankan beban Abu Thalib yang mempunyai anak banyak, Rasulullah SAW merawat Ali. Selanjutnya Ali tinggal bersama Rasulullah di rumahnya dan mendapatkan pengajaran langsung dari beliau. Ia baru menginjak usia sepuluh tahun ketika Rasulullah menerima wahyu yang pertama.

Sejak kecil Ali telah menunjukkan pemikirannya yang kritis dan brilian. Kesederhanaan, kerendah-hatian, ketenangan dan kecerdasannya yang bersumber dari Al-Qur'an dan wawasan yang luas, membuatnya menempati posisi istimewa di antara para sahabat Rasulullah SAW lainnya. Kedekatan Ali dengan keluarga Rasulullah SAW kian erat, ketika ia menikahi Fathimah, anak perempuan Rasulullah yang paling bungsu.

Dari segi agama, Ali bin Abi Thalib adalah seorang ahli agama yang faqih di samping ahli sastra yang terkenal, antara lain lewat bukunya "Nahjul Balaghah".

Syahidnya Utsman bin Affan membuat kursi kekhalifahan kosong selama dua atau tiga hari. Banyak orang, khususnya para pemberontak, mendesak Ali untuk menggantikan posisi Utsman. Para sahabat Rasulullah SAW juga memintanya, akhirnya dengan sangat terpaksa Ali menerima jabatan sebagai khalifah keempat.

Mungkin karena suasana peralihan kekhalifahan kini penuh dengan kekacauan, para pemberontak yang menyebabkan syahidnya usman masih bercokol dan membuat onar. Sementara ada banyak orang yang menuntut ditegakkannya hukum bagi pembunuh Utsman.

Situasi saat itu membuat Ali sulit untuk memulai penataan pemerintahan baru yang bermasa depan cerah. Usahanya membuat penyegaran dalam pemerintahan dengan memberhentikan seluruh gubernur yang pernah diangkat Utsman, malah memicu konflik dengan Muawiyah.

Sumber : Republika
 
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Sirah Sahabat - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger